Minggu, 07 Maret 2010

. . . F U T U R . . .

Futur (Malas/Lemah/Lalai) disebabkan oleh berbagai faktor-faktor diantaranya:

1.Sikap ekstrem atau terlalu berlebihan dalam menjalankan ibadah.

Manusia memiliki kemampuan, baik fisik, kesehatan, maupun psikis yang terbatas. Oleh karena itu ajaran Islam sangat memerhatikan masalah pentingnya kita menjaga keseimbangan.
”Lakukanlah amal itu sebatas kesanggupanmu. Sesungguhnya Allah tidak akan bosan sehingga kalian merasa bosan, dan sesungguhnya amal yang paling disukai Allah ialah amal yang dikerjakan terus-menerus sekalipun sedikit.” (Muttafaq ’alaih)

2.Melampaui batas kewajaran dalam melakukan hal-hal yang mubah atau dibolehkan.

Sikap dan pola hidup terlalu mengumbar diri terhadap hal-hal yang mubah akan mengakibatkan tubuh kita tidak terkendali serta kehidupan dimonopoli atau dijajah oleh persoalan-persoalan syahwati belaka, dan pada gilirannya akan mengakibatkan timbulnya rasa segan, malas, santai, dan terputusnya rutinitas suatu amal.
”Wahai anak Adam, kenakanlah perhiasanmu pada setiap (memasuki masjid), serta makan dan minumlah, namun jangan berlebih-lebihan, karena sesungguhnya Dia (Allah) tidak menyukai sesuatu yang berlebihan.” (QS. Al-A’raaf:31)

3. Memisahkan diri dari berjamaah dan lebih mengutamakan hidup ’uzlah (menyendiri) .

Medan perjuangan dalam jalan meniti dakwah sangatlah panjang, penuh liku, banyak menghadapi rintangan dan halangan, serta sangat melelahkan. Oleh karena itu, dalam proses penitiannya perlu dilakukan dengan cara berjamaah dan menjalin kerjasama antarsesama aktivis. Dengan cara semcam itu niscaya barometer semangat seorang aktivis akan selalu tinggi, kehendaknya akan senantiasa kuat dan tekadnya membaja, karena antarmereka akan saling menopang.
”Berpegang teguhlah kalian kepada tali (agama) Allah dan janganlah kalian bercerai berai….” (QS. Ali ’Imran:103)
”… Dan hendaklah kalian saling tolong-menolong dalam kebaikan dan takwa dan janganlah kalian saling tolong-menolong dalam keburukan… .” (QS. Ali ’Imran:105)
”Taatilah Allah dan Rasul-Nya, dan janganlah kalian saling berbantah-bantahan sehingga kalian kalah dan kehilangan semangat….” (QS. Al-Anfaal:46)

4. Kurang mengingat masalah kematian dan akhirat.

Kurang mengingat kematian dan kampung akhirat dapat melemahkan keinginan dan tekad, menurunkan semangat dan menjadikan jiwa enggan bergerak, bahkan dapat memutuskian suatu amal.

5. Menyepelekan kewajiban harian.

Misalnya, lambat melaksanakan salat wajib pada awal waktu, lalai mengerjakan shalat rawatib, meninggalkan shalat malam, meninggalkan shalat dhuha, meninggalkan tilawah Al-Qur’an, atau meninggalkan dzikir, doa, dan istighfar, tidak pergi melaksanakan salat berjamaah di masjid tanpa uzur (bagi laki-laki, -red-), dan sebagainya. Semua itu akan menumbuhsuburkan rasa malas dan segan, atau sama sekali dapat menghentikan suatu amal.
”Setan akan mengikat ujung kepala salah seorang kamu ketika sedang tidur dengan tiga ikatan. Pada setiap ikatan setan akan membisikkan, ’kamu masih memiliki malam panjang, maka tidurlah.’ Jika kamu bangun dan mengingat Allah maka akan terlepaslah ikatanmu yang pertama. Jika kamu kemudian berwudhu, akan terlepaslah ikatan yang kedua. Dan jika kamu melakukan shalat, maka akan terlepaslah ikatanmu yang ketiga, sehingga kamu bersemangat dan hatimu menjadi lapang. Jika kamu tidak melakukan ketiga hal itu, maka niscaya hatimu akan menjadi sesat dan malas.” (Muttafaq ’alaih)

6.Tubuhnya terasuki sesuatu yang haram atau bernilai syubhat.

Jika tubuh seseorang dimasuki benda-benda yang syubhat, apalagi haram, maka dia akan mudah terjangkiti penyakit malas dan segan dalam menjalankan ketaatannya kepada Allah, lenyapnya rasa nikmat dalam beribadah dan tidak dapat mengecap manisnya bermunajat (berdoa).
”Yang halal itu jelas dan yang haram itu jelas, dan di antara keduanya ada sesuatu yang mutasyabih (samar-samar) . Barangsiapa yang meninggalkan sesuatu yang diragukan ada dosa padanya, ketika ia mengetahui tentu ia akan meninggalkannya. Akan tetapi, barangsiapa yang memberanikan diri terhadap sesuatu yang diragukan akan dosa padanya, maka dikhawatirkan ia akan terjerumus ke dalamnya setelah mengetahuinya. Maksiat itu adalah larangan Allah. Barangsiapa yang berjalan di sekitar larangannya, dikhawatirkan ia akan jatuh ke dalamnya.” (Muttafaq ’alaih)

7. Mencukupkan diri dengan mengerjakan salah satu bagian saja dari syariat agama.

Misalnya, hanya memusatkan perhatian pada masalah akidah saja dan menyampingkan masalah-masalah selainnya, atau terlalu mementingkan ibadah-ibadah ritual saja dan meninggalkan masalah muamalah lainnya, atau merasakan cukup dengan memelihara adab pergaulan yang baik saja tanpa melihat sisi-sisi lainnya, dan sebagainya. Cara beragama seperti itu pada akhirnya dapat mengakibatkan timbulnya penyakit malas dan segan.
”Wahai orang-orang yang beriman, masuklah kalian ke dalam agama Islam secara keseluruhan dan janganlah engkau ikuti langkah-langkah setan, karena sesungguhnya ia adalah musuh yang nyata bagimu.” (QS. Al-Baqarah:208)

8.Melalaikan kaidah sunnatullah.

Ada sebagian aktivis yang kurang memerhatikan kaidah-kaidah sunnatullah dalam menempuh perjuangannya. Misalnya, mereka ingin secepatnya melakukan perubahan secara total terhadap kondisi dan situasi masyarakat, baik pola pikir, akhlak, maupun tatanan budaya, sosial, politik, dan sebagainya, ke dalam konsep Islam, kalau mungkin dalam waktu yang sesingkat-singkatny a. Padahal kemampuan mereka sangat terbatas dan masalah yang dihadapi sangat kompleks.
Cara-cara perjuangan seperti itu tentunya sangat bertentangan dengan hukum-hukum Ilahi yang berlaku di dunia ini. Misalnya ketentuan bahwa segala sesuatu di dunia ini harus melalui proses tahapan, bahwa untuk memperoleh kemenangan itu diperlukan strategi, modal, dan kekuatan, bahwa manusia memiliki keterbatasan, dan sebagainya.

9. Mengabaikan kebutuhan jasmani.

Rasulullah Saw. Berulangkali memberikan peringatan kepada umatnya untuk senantiasa memelihara hak-hak tubuh dalam hal mengerjakan sesuatu pekerjaan, sekalipun pekerjaan tersebut dalam konteks ibadah. Sabda beliau, ”Tuhanmu mempunyai hak atas dirimu, dirimu juga mempunyai hak atas tubuhmu, keluargamu pun mempunyai hak atas dirimu. Maka tunaikanlah dengan benar hak-hak tersebut.” (HR. Bukhari)

10.Tidak siap menghadapi kendala dakwah.

Meniti alur dakwah itu akan dipenuhi oleh onak dan duri serta aneka kendala, baik yang datangnya dari pihak keluarga, anak, istri, teman, serta aneka rongrongan yang bersifat duniawi lainnya. Oleh sebab itu kita perlu mempersiapkan diri, baik secara fisik maupun mental.
”Alif Laam Miiim. Apakah manusia itu mengira bahwa mereka itu akan dibiarkan (saja) mengatakan, ’Kami telah beriman,’ sedangkan mereka tidak diuji lagi? Dan sesungguhnya Kami telah menguji orang-orang sebelum mereka. Maka sesungguhnya Allah mengetahui orang-orang yang benar dan sesungguhnya Dia mengetahui orang-orang yang berdusta.” (QS. Al-’Ankabut:1-3)
”Dan sesungguhnya Kami benar-benar akan menguji kamu agar Kami mengetahui orang-orang yang berjihad di antara kamu dan agar Kami menyatakan (baik buruknya) hal ihwal-mu.” (QS. Muhammad:31)

11. Tidak terprogramnya aktivitas yang dilakukan.

12. Berlarut-larut dalam melakukan maksiat dan meremehkan dosa-dosa kecil.

”Jika seoarng mukmin melakukan dosa, berarti ia telah memberi setitik noda hitam pada hatinya. Jika ia bertaubat, tidak meneruskan, dan memohon ampunan, maka hatinya kembali berkilau. Akan tetapi, jika ia berulang-ulang melakukan hal itu, maka akan bertambah pula noda hitam yang menutupi hatinya, dan itulah ’a-raan’, sebagaimana yang telah difirmankan- Nya, ’Sekali-kali tidak (demikian), sebenarnya apa yang selalu mereka usahakan itu menutup hati mereka’.” (HR. Ahmad dan Ashaabu Sunan)

Wallahu'alam bish showab.....
Semoga bisa menjadi renungan kita bersama..

0 Comments: